<>

Kamis, 24 Oktober 2013

Musik Klasik dan Penelitian Ilmiah

 

Musik Klasik dan Penelitian Ilmiah


Musik Klasik di Indonesia telah mendapatkan perhatian tidak hanya dari masyarakat menengah ke atas tapi juga dari pemerintah. Sebagai bukti dari perhatian tersebut ialah dibukanya program-program pendidikan vokasional pada tingkat Sekolah Menengah Ketrampilan dalam bidang musik. Lebih jauh lagi, sejak permulaan paruh pertama abad ke-20 pemerintah juga telah menyediakan pendidikan tinggi untuk bidang musik klasik, bermula dari pendirian Sekoah Musik Indonesia (SMIND) Yogyakarta, kemudian menjadi Akademi Musik Indonesia (AMI) Yogyakarta, dan akhirnya sejak tahun 1984 hingga sekarang menjadi Jurusan Musik pada Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.


Pada mulanya jejnjang pendidikan tersebut dikelola oleh dirjen kebudayaan dengan sasaran pendidikan untuk meluluskan senimanseniman musik yang setingkat dengan sarjana, dan akhirnya dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sejak berintegrasi ke dalam ISI Yogyakarta, mau tidak mau Jurusan Musik harus terlibat dalam program perguruan tinggi yaitu melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi tidak hanya pendidikan dan pengabdian pada masyarakat, melainkan juga melakukan penelitian.


Di lingkungan mahasiswa dan dosen Jurusan Musik FSP ISI Yogyakarta, kegiatan penelitian tidak begitu mengundang perhatian kecuali jika terdesak untuk melakukannya. Umumnya para mahasiswa dan dosen baru menyadarinya ketika akan mengakhiri studinya atau untuk mengajukan usulan kenaikan jabatan. Dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat; kegiatan penelitian merupakan salah-satu aktifitas penting setelah pendidikan. Dengan demikian suasana keilmuan di institusi kita akan kering tanpa adanya kegiatan penelitian. Meski sebenarnya kita selalu berhadapan dengan bahan-bahan penelitian, namun tampaknya kita masih memandang aktifitas tersebut sebagai sesuatu yang asing. Hal ini tampak dari sedikitnya usulan yang diajukan pada Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta.


Berdasarkan rumusan perincian dan angka kredit tenaga pengajar perguruan tinggi, aktifitaspenelitian (menurut SK Mendikbud/BAKN/ MENPAN, 1987, p. 40) digolongkan pada dua kategori yaitu:

(1) menulis karya ilmiah; dan

(2) menciptakan karya seni.

 

Khusus kategori kedua dari bentuk penelitian tersebut diklasifikasikan menurut bidang pendidikan yang diselenggarakan institusi ini. Victor Ganap berpendapat bahwa untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan pasaran kerja di bidang studi produksi dan reproduksi, sesuai UU No. 2 Th 1949 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, kedua bidang tersebut selayaknya ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan akademik dan atau profesional (Victor Ganap, 1991).


Program studi yang seyogyanya Dominan Membidangi Musik pada Jenjang Pendidikan Tinggi di Indonesia (Ceramah Ilmiah Jurusan Musik, 16 Februari 1991). Dengan demikian yang dimaksud bidang produksi ialah bidang penciptaan musik (komposisi), sedangkan bidang reproduksi ialah bidang praktik musik (Ganap, Pendidikan Tinggi Musik di Indonesia, Pentas, Edisi II/Th Ke-2/15-16). Keduanya ditempuh lewat dua jalur: (1) Jalur akademis yang berorientasi teori 75% teori dan 25% praktik; dan (2) Jalur profesional dengan orientasi 75% praktik dan 25% teori.


Saat ini jalur pertama diwujudkan dalam jenjang S1, sedangkan jalur profesional dalam jenjang D3 (sebagai pengganti strata Non-Gelar atau S0). Walaupun masih tercantum dalam katalog, tampaknya jenjang pendidikan D3 tidak diminati sama sekali dalam beberapa tahun ini. Padahal tuntutan yang ada pada masyarakat dewasa ini cenderung membutuhkan tenaga profesional. Kenyataan ini membuata mahasiswa S1 terpaksa memaksimalkan kemampuan praktik mereka di luar kapasitas SKS mata kuliah praktik yang disediakan oleh kurikulum. Bahka di samping memenuhi waktu belajar mandirinya dengan latihan praktik instrumen mayor, sebagian dari mereka juga mempelajari instrumen lain sebagai tambahan ketrampilan.


Dari kenyataan akan kebutuhan masyarakat tersebut di atas, kita perlu mempertimbangkan kembali rumusan kebijakan pendidikan di bidang musik tentang bobot teori dan praktik pada jenjang pendidikan S1, dan apakah untuk sementara jenjang D3 ini perlu ditutup? Melihat contoh pada universitas-universitas di berbagai negara maju , misalnya pada Indiana University di Amerika. Pada universitas tersebut jalur pendididkan akademis dan profesional tidak dibedakan semata-mata atas dasar teori dan praktik, tetapi juga menurut program studinya. Jalur akademik untuk bidang studi musik tidak hanya tediri dari program studi mayoritas teori (musikologi, pendidikan musik, etnomusikologi, dsb.), tetapi juga di bidang praktik musik (dengan penekanan pada penguasaan instrumen, misalnya piano, flute, contrabass, dll.). jalur tersebut tidak hanya diselenggarakan pada jenjang S1, bahkan juga hingga tingkat pendidikan magister dan doktoral. Sementara itu jenjang profesional tetap diselenggarakan yaitu dalam program studi performer diploma (Artist Diploma/ IU Bulletin 93/95). Kurikulum Universitas Indiana tersebut menunjukkan bahwa ada kesesuaian antara kurikulum pendidikan dengan aktifitas penelitian mereka. Prosentase praktik dan teori tidak dibedakan berdasarkan program non-gelar atau gelar, tetapi menurut jenis programnya. Untuk mengakhiri bidang studi praktik instrumen tugas akhir mereka dijalani melalui resital dengan bobot resitalnya lebih ringan, namun karya tulisnya lebih berat seperti skripsi, dan untuk musikologi dan etnomusikologi hanya dengan karya tulis setara skripsi.


Sejak berdirinya ISI Yogyakarta hingga saat ini tampak adanya ketidak-seimbangan antara mahsiswa dan dosen di Jurusan Musik dalam hal pelaksanaan aktifitas penelitian. Dalam mengakhiri studinya, mahasiswa jalur pendidikan S1 melakukan penelitian untuk menyusun skripsi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya dituntut untuk memenuhi kategori penelitian yang pertama. Sementara itu para dosen umumnya melakukan penelitian yang berorientasi pada bidang musik praktik, hal ini bisa kita lihat dalam pengajuan kredit poin untuk pengusulan kenaikan jabatan. Pengajuan itu sendiri lebih banyak yang berbentuk penelitian musik praktik daripada penelitian musik teoritik. Selain itu perkembangan baru bagi kalangan mahasiswa sendiri menurut Katalog ISI Yogyakarta 1995/96. Tugas Akhir bagi mahasiswa pada jenjang S1 'bisa' berupa karya seni atay skripsi. Jadi dalam menempuh Tugas Akhir mahasiswa bisa mengajukan bentuk karya seni yang tergantung dan disesuaikan dengan program studi dan minat utama yang ditempuhnya di jenjang studi S1.


Dari uraian di atas dan sekaligus untuk mengakhiri tulisan ini, penulis bermaksud menyampaikan penutup sebagai berikut:
(1) Walaupun mata kuliah yang diselenggarakan di Jurusan Musik sudah memiliki kesesuaikan dengan bentuk penelitian di akhir studinya sebagai suatu bekal, menurut penulis sebaiknya terdapat suatu keseimbangan di antara bentuk-bentuk penelitian yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didiknya dan hal ini lebih disadari dan ditinjau kembali demi semaraknya aktifitas penelitian di lingkungan institusi ini.
(2) Jenis program studi yang ada kelihatannya masih perlu dikembangkan dari S1 Seni Musik di masa yang akan datang dari studi yang sifatnya umum menjadi beberapa program studi yang lebih khusus seperti S1 Teori Musik, S1 Gitar, dan lain sebagainya. Memang untuk mengeluarkan keputusan seperti itu tidak semudah membali telapak tangan, mengingat kita memang belum memiliki cukup pakar untuk bidang tersebut, namun hendaknya usaha ke arah tersebut sudah kita lakukan mulai saat ini.

 

 

Seni Musik Klasik

Download Buku

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Comments