<>

Kamis, 24 Oktober 2013

Gitar Klasik di Indonesia

 

Gitar Klasik di Indonesia


Dapat dikatakan bahwa tahun 70-an merupakan titik tolak pengembangan pendidikan gitar klasik di Indonesia. Gejala ini ditandai dengan

(1) meningkatnya pelayanan minat masyarakat dalam mempelajari gitar melalui lembaga-lembaga kursus musik swasta yang disponsori perusahaan-perusahaan Jepang;

(2) datangnya bantuan resmi pemerintah Belanda dalam membina calon-calon guru gitar melalui program intensif yang dikelola pemerintah di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakara, dan Surabaya; dan

(3) dibukanya bidang studi praktek gitar pada jenjang perguruan tinggi.


Hingga pertengahan tahun 70-an sudah terdapat banyak sekolah musik swasta yang menyediakan kursus gitar, baik di kota-kota besar maupun kecil di wilayah Indonesia bagian Barat. Berbagai macam teknik dan metode praktis ditawarkan dengan tujuan dasar yang sama yaitu memperkenalkan suatu cara bermain gitar yang lebih dari sekedar memainkan akor-akor pengiring nyanyian. Teknik bermain gitar klasik diperkenalkan melaui pendekatan-pendekatan yang mudah dan menyenangkan dengan melibatkan dasar-dasar umum permainan gitar. Gaya pengajaran kelas yang santai dan sistem ujian yang menarik dari mtode-metode tersebut telah menghasilkan siswa-siswa baru yang dapat menguasai ketrampilan dasar bermain gitar secara komprehensif dalam waktu yang relatif singkat. Sayangnya kurikulum yang ditawarkan kepada siswa masih terbatas hingga tingkat ketrampilan menengah.


Berbeda dengan kursus-kursus swasta lainnya, Yayasan Pendidikan Musik (YPM) di Manggarai, Jakarta, yang saat itu diyakini sebagai sekolah musik termaju di Indonesia, menerapkan suatu metode lain. Sekolah ini mengarahan agar siswa dapat mengenal musik secara utuh melalui pengajaran teori-teori musik secara terpisah dari tutorial individual praktikum instrumen musik. Kelas gitar pada lembaga ini sudah lama ada sebelum tahun 70-an di bawah koordinasi gitaris Adis Sugata. Walaupun sistem pendidikan musiknya secara umum cukup baik namun dalam pengajaran praktek gitar mereka masih menggunakan metode lama seperti misalnya, Carcassi dan Carulli. Pendidikan gitar di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan sejak kehadiran sebuah kelompok musik kamar dari Belanda, Dick Visser Guitar Trio, pada tahun 1977. Suatu hal yang menguntungkan bahwa Dick Visser, pimpinan trio tersebut, adalah seorang pejabat dinas kebudayaan di Belanda pada masa itu. Di samping spesialisasinya sebagai komponis gitar, ia juga seorang pendidik gitar senior, profesor dan dekan di Konservatorium Amsterdam, Belanda. Melalui beliaulah telah terjadi suatu jalinan kerja sama di antara pemerintah Belanda dan Indonesia untuk mengembangkan pendidikan gitar klasik di tanah air.


Professor Dick Visser telah menyumbangkan suatu kontribusi yang besar terhadap perkembangan gitar klasik di Belanda. Kontribusi terpentingnya ialah penemuan teknik baru yang merupakan sintesis dari berbagai teknik bermain gitar terdahulu terutama dari Tarrega dan Pujol yang dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan teknik Segovia pada paruh pertama abad ke-20. Penemuannya tersebut telah dituangkan ke dalam suatu paket terbitan yang lengkap dari seluruh teknik permainan gitar klasik dan sejumlah etude serta kumpulan 24 etude yang ditulis pada seluruh tanda kunci mayor dan minor. Ia bahkan telah menerapkan ide tekniknya ke dalam seluruh komposisi kontemporernya dan juga edisi dan transkripsi beberapa karya-karya standar secara konsisten.


Perhatian Dick Visser sangat besar terhadap perkembangan gitar di Indonesia yang dinamis. Beliau sangat berniat untuk membantu perkembangan pendidikan musik dan mensosialisasikan metodenya di Indonesia. Dalam waktu yang tidak lama maka pemerintah Belanda mengirim seorang pedagog gitar berkualifikasi ganda di bidang penyajian (performance) dan pendidikan, Yos Bredie. Guru gitar tersebut adalah lulusan Konservatorium Amsterdam, salah seorang murid terbaik Dick Visser. Beliau dikirim untuk memberikan pelatihan intensif selama satu setengah tahun pada para guru dan calon guru gitar di kota-kota besar pulau Jawa dan Bali. Penataran tersebut diikuti oleh guru-guru gitar dan peminat-peminat lain dalam jumlah terbatas yang diterima melalui audisi atau rekomendasi sekolah musik. Beruntung bahwa penulis yang saat itu masih duduk di bangku SMU dan berstatus sebagai murid gitar, bersama dengan gitaris-gitaris muda lain yang di antaranya ialah Iwan Irawan, Royke Koapaha dan almarhum Ferry Tambunan dari Bandung, telah diterima sebagai peserta dalam pelatihan tersebut.


Di samping mempelajari dan mempraktekan teknik Dick Visser yang lebih mengutamakan pengembangan tangan kiri, peserta pelatihan menerima pelajaran-pelajaran teori penunjang lainnya. Pelajaranpelajaran tersebut di antaranya ialah ilmu sejarah musik, kontrapung, dan harmoni yang diarahkan kepada komposisi dan aransemen untuk gitar. Pelajaran pelengkap lain ialah kelas musik kamar yang menitik beratkan ensembel-ensembel kecil seperti duet, trio, dan kwartet gitar.
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan bantuan Belanda yang diselenggarakan oleh pemerintah pada awal tahun 1980, departemen gitar YPM membuka program persiapan konservatori yang diikuti sepuluh siswa dari Bandung dan Jakarta (termasuk penulis). Satu semester sebelumnya, pada tahun 1979 Akademi Musik Indonesia (AMI) di Yogyakarta yang berada di bawah pengelolaan pemerintah, telah lebih dahulu membuka departemen gitar untuk program yang lebih tinggi dari diploma (setingkat D3) yaitu gelar Seniman setingkat Sarjana (setingkat S1). Secara operasional pengajaran praktek gitar dan subjek-subjek terkait pada kedua program tindak lanjut yang dikelola oleh swasta (YPM) dan pemerintah (AMI) tersebut dilaksanakan oleh Yos Bredie karena saat itu belum ada dosen gitar yang dianggap memenuhi persyaratan akademis.


Sayang bahwa program persiapan konservatori di YPM hanya berlangsung selama dua semester saja. Untuk mengantisipasi kesinambungan belajar maka sambil melengkapi studi di YPM pada semester kedua penulis mengambil studi komposisi di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Setelah berakhirnya masa studi di YPM (akhir tahun 1980), penulis pindah ke Jurusan Gitar LPKJ selama satu semester dan pada semester berikutnya (pertengahan tahun 1981) melanjutkan ke program gelar di AMI Yogyakarta.


Beberapa tahun sebelum program gitar di AMI dibuka, aktivitas pendidikan tinggi untuk gitar pada telah dilaksanakan di LPKJ. Sistem pendidikannya kurang lebih serupa dengan YPM namun lebih lengkap sebagai suatu pendidikan di sekolah tinggi. Jenjang pendidikan gitar di lembaga ini dikelompokkan ke dalam dua tingkat yaitu Tahap Studi Dasar dan Tahap Studi Akhir. Di bawah asuhan Reiner Wildt, seorang dosen warga Indonesia berdarah Jerman, teknik yang diterapkan pada para mahasiswa gitar pada dasarnya mengacu secara fanatik kepada teknik Segovia dengan perhatian utama pada pengembangan teknik tangan kanan. Suatu kelebihan yang ada pada sistem pendidikn gitar di lembaga ini ialah perluasan repertoar yang tidak hanya meliputi karya-karya solo dan ensembel gitar tapi juga musik kamar yang melibatkan alat-alat musik lain seperti kombinasi gitar dengan kwartet gesek atau alat-alat musik orkestra lainnya.


Sejajar dengan program Sarjana (S1), program pendidikan musik di AMI memakan waktu minimal 9 semester. Pogram studi yang diterapkan pada masa itu ialah: Musik Sekolah (MS), Sastra Musik (SM) dan Teori Komposisi (TK). Kecuali program MS dan TK yang mempersyaratkan Skripsi untuk melengkapi studinya, para mahasiswa SM yang tergolong paling kecil populasinya, dituntut untuk melakukan resital sebagai pengganti skripsi. Karena tertarik dengan pengembangan ketrampilan bermain gitar maka penulis memilih program SM.


Posisi pelajaran gitar pada saat itu ialah sebagai instrumen mayor disamping dua instrumen wajib lainnya yaitu piano komplementer dan instrumen minor pilihan. Mata kuliah terkait lain seperti sejarah gitar, konsruksi gitar dan kelas repertoar gitar diintegrasikan ke dalam mata kuliah Praktek Individual Instrumen Mayor (PIIM). Sementara itu ensembel gitar mendapat wadah tersendiri sebagai alternatif dari mata kuliah Orkes dan Koor.


Perkembangan dunia pergitaran Indonesia yang dinamis pada tahun 70-an merupakan merupakan masa awal dan titik tolak perkembangan pendidikan gitar di Indonesia untuk dekade-dekade berikutya. Salah satu hikmah yang bisa dirasakan hingga paruh pertama tahun 1980-an ialah bahwa dibukanya bidang studi praktek gitar pada jenjang perguruan tinggi, dalam hal ini AMI, telah mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat dalam skala nasional. Hal tersebut tebukti dengan berduyun-duyunnya para lulusan SMA dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengikuti studi gitar di AMI sebagai alternatif dari perguruan tinggi umum. Keadaan tersebut terus bertahan hingga AMI berintergrasi ke dalam Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 1984. Sejak saat itu calon mahasiswa gitar di Jurusan Musik, ISI Yogyakarta senantiasa menempati jumlah terbanyak dibandingkan dengan instumen-instrumen lain.


Dari latar belakang historis tersebut dapat disebutkan bahwa Seksi Gitar di Jurusan Musik, FSP ISI Yogyakarta telah berdiri sejak beberapa tahun sebelum AMI berintegrasi ke ISI Yogyakarta, pada tahun 1984. Sebelum tahun 1984 Seksi Gitar dikelola langsung oleh dosen gitar pertama, Jos Bredie, dosen tamu dari Belanda. Keberhasilan kepemimpinannya sangat didukung tidak hanya oleh cita-cita, idealisme dan motivasi, tapi juga oleh kelengkapan fasilitas pendukungnya berupa buku-buku dan rekaman Piringan Hitam gitar klasik.


Sepeninggal Jos Bredie, kepemimpinan Seksi Gitar dilakukan secara bergilir namun tanpa batasan ketentuan waktu hingga akhir semester genap 2004/2005 (Juni 2005). Selama itu dapat dikatakan bahwa Seksi Gitar telah mengalami stagnansi, yaitu hanya melakukan rutinitas yang telah mentradisi sejak awal tanpa evaluasi dan pengembangan. Sementara itu dunia pergitaran klasik di masyarakat tetap bergerak tanpa kompromi. Sehubungan dengan keadaan tersebut Seksi Gitar mempertimbangkan bahwa selama ini kepemimpinan dalam Seksi Gitar tidak dilakukan melalui suatu musyawarah melainkan berdasarkan azas insiatif individual dan oleh karenanya memerlukan sistem manajerial yang demokratif, rapi dan teratur. Pertimbangan lain ialah agar Seksi Gitar dapat mencapai produksi dan daya saing yang maksimal, dan di samping itu juga agar PBM untuk bidang studi gitar dapat berlangsung dengan baik dan lancar sesuai dan sejalan dengan pengembangan keempat Minat Utama di Jurusan Musik.


Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Seksi Gitar telah melakukan langkah kongkrit guna mencapai kualitas pendidikan gitar yang lebih baik dengan memperbaharui susunan kepengurusannya. Langkah yang telah diambil ialah pemilihan ketua baru untuk periode dua tahun ke depan. Sehubungan dengan itu rapat pemilihan ketua Seksi Gitar telah dilakukan pada hari Senin, tanggal 18 Juli 2005, pukul 10.00 – 12.00 WIB bertempat di ruang Ketua Jurusan Musik yang dihadiri oleh 80% anggota inti Seksi Gitar yang terdiri dari para pengajar mata kuliah Instrumen Mayor Gitar. Dengan tersusunnya kepengurusan yang baru maka diharapkan Seksi Gitar akan berkembang kepada tingkat yang lebih profesional.

 

 

Seni Musik Klasik

Download Buku

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Comments